Kekuasaan dan Janji yang tak ditepati
Manusia mudah sekali melupakan kata-katanya. Pagi hari bilang cinta, namun malam hari bilang benci. Pagi hari diliputi saling percaya, namun malam hari berkhianat. Mengemis saat butuh bantuan, namun saat berjaya, ia tak sadarkan diri. Melupakan orang-orang yang turut membantunya dengan segenap ketulusan.
Dengan tenaga yang tersisa Ranggalawe mengamankan Raden Wijaya dan keluarganya. Pedangnya begitu tangkas menghalau setiap panah dan tombak yang mengarah ke Raden Wijaya. Sebagai prajurit Ranggalawe adalah sebutan untuk seorang pemuda yang bernama Arya Adikara putra Arya Wiraraja Sumenep Madura.
Sebagai prajurit setia, dia menjadi tameng yang kokoh bagi sang raden. Beberapa pengikut setia yang tersisa lainnya turut serta antaralain; Lembu Sora, Pamadana, Nambi, Wiragati, Dangsi, Banyak Kapok, Pedang, Mahisa Pawagal, dan Gajah Pagon.
Menantu Kertanegara ini melarikan diri dari kejaran tentara Gelang-gelang Jayakatwang. Melewati hutan rima, rawa, sungai, perbukitan, demi menyelamatkan nyawa.
Serbuan tentara Gelang-gelang telah meluluh lantahkan kemegahan Istana Singasari. Rupanya pemberontak amat jeli mengintai sisi lemah kerajaan.12 Tidak sampai hati Kertanegara menduga bahwa besannya sendiri tega melakukan pemberontakan seperti ini. Bahkan saking percayanya, ia menikahkan putrinya kepada putra Jayakatwang, Ardharaja.
Kertanegara tewas ditangan tentara pemberontak. Aroma arak begitu kental di tubuhnya. Sebelum tewas, Ia baru saja menyempurnakan ritual keagamannya dengan meminum arak13.
Rombongan yang selamat terus berjalan ke Timur menuju sumenep Madura. Tentara Gelang- gelang terus memburu mereka tanpa ampun. Dan tibalah mereka di pesisir pantai. Beruntungnya mereka mendapatkan kapal yang dalam kondisi baik dari seorang nelayan. Dengan kapal itulah mereka akhirnya mengarungi lautan. Tentara Gelang-gelang pun menyerah mereka balik arah.
Sampailah mereka di kediaman Arya Wiraraja di Sumenep Madura. Raden Wijaya diterima oleh sang adipati dengan tangan terbuka. Bahkan sang Adipati siap mendukung Raden Wijaya menuntut balas kepada Jayakatwang.
Adipati Arya Raja, Ranggalawe dan Raden Wijaya mengatur siasat agar bisa kembali merebut Singasari. Sang Adipati memberikan masukan kepada Raden Wijaya agar menyerahkan diri kepada Jayakatwang. Memohon ampun dan bersumpah setia kepadanya. Arya Wiraraja akan mengirim surat kepada Jayakatwang agar bersdia menerima Raden Wijaya.
Raden Wijaya merasa sangat berutang budi kepada Adipati Sumenep dan anaknya Ranggalawe. Tanpa bantuannya mungkin ia telah tewas. Raden Wijaya berjanji suatu saat jika ia berhasil merebut tahta Singasari dari Jayakawang, Ia akan memberikan sebagian wilayah Singasari kepadanya. Ia juga berjanji menjadikan Ranggalawe sebagai Mahapatih.
Raden Wijaya menuruti usulan Adipati Arya Wiraraja untuk datang ke Kediri. Atas jaminannya, Raden Wijaya diterima dengan baik oleh Jayakatwang. Di Kediri Raden Wijaya memperlihatkan kecakapan dan kesetianya. Jayakatwang yakin Raden Wijaya akan tetap setia terhadap Kediri. Aroma kecurigaan terhadap sisa keluarga trah rajasa ini lama-kelamaan tenggelam. Semuanya menjadi biasa. Jayakatwang memperlakukan mereka dengan sangat baik.
Tibalah saatnya siasat itu muncul. Kegemaran berburu sang raja di hutan belantara dimanfaatkan oleh Raden Wijaya. Ia mengusulkan agar dibangun wisata perburuan yang baru di
hutan Tarik. Menurutnya hutan Tarik masih sangat asri. Binatang-binatangnya masih banyak dan sangat cocok untuk wisata perburuan. Raja Jayakatwang sangat tertarik dengan usulan itu. Dengan kelihaian diplomasinya, Raden Wijaya dipercaya untuk membangunnya.
Salah satu pengikut Raden Wijaya adalah putra Adipati Sumenep Ranggalawe. Siang malam mereka membabat alas hutan. Mereka membuat tempat peristirahatan sang raja. Suka duka mereka lewati bersama. Di hutan belantara mereka merajut mimpi demi lahirnya kerajaan besar kelak.
Tidak ada waktu untuk bersantai. Mereka begitu bersemangat membangun. Semuanya saling mendukung. Setiap sudut diatur sedemikian rupa seolah secara detail. Mulai dari deretan pepohonan hingga parit-parit rahasia. Semua infrastruktur disiapkan dari segala arah dengan sangat rapi. Pembangunan dengan misi terselubung pun sukses dilaksanakan. Hutan yang semula adalah tempat berburu dan berwisata beralih menjadi desa yang sangat dinamis. Satu persatu masyarakat menuju ke sana untuk mengadu nasib.
Sepandai apapun Raden Wijaya merahasiakan segala persiapan kudetanya, akhirnya terbongkar pula. Telik sandi Kediri berhasil masuk dan mengamati segala aktivitas latihan prajurit terlarang. Berita itu sampai ke telinga langsung Prabu Jayakatwang.
Betapa geram dan kecewanya sang raja mendengar berita yang disampaikan. Seseorang yang selama ini diberi kepercayaan ternyata berkhianat. Tiba-tiba ia teringat masa-masa pertama kali melakukan serangan ke Singasari dimana hal serupa pun pernah ia lakukan.
Kediri dan Majapahit kini saling berhadap- hadapan. Dalam kondisi konflik, tentara Mongol mendarat di pulau Jawa. Mereka tiba di Pulau Jawa untuk menghukum raja Jawa. Di bawah panglima perangnya Ike Mese ribuan prajurit disiapkan untuk mengempur Singosari.
Dengan cepat Raden Wijaya membelokkan serangan tentara Mongol itu. Serangan yang seharusnya ditujukan kepada mertuanya sendiri Kertanegara, namun digunakan untuk menghancurkan tetara Kediri. Strategi nabok nyileh tangan14 dilakukan secara sempurna. Arya
Wiraraja adalah otak dari siasat ini. Adipati Sumenep ini memang dikenal sebagai sosok cerdik, pandai bermanuver, dan memiliki pemahaman dunia internasional yang baik.
Gabungan tentara ini tidak dianggap remeh oleh Kediri. Jayakatwang menyadari bahwa sudah tidak ada waktu yang cukup melakukan klarifikasi kepada panglima Mongolia. Raden Wijaya mendahuluinya dalam menjalin komunikasi dengan Mongol.
Pasukan gabungan Majapahit-Mongolia bergerak mendekati pusat kerajaan Kediri. Terjadilah perang terbuka yang amat dahsyat. Pasukan Kediri tak mampu menahannya. Bagaikan air bah kekuatan pasukan gabungan itu terlampau besar. Para panglima mereka satu persatu bergurguran. Patih Mahisa Mundarang, Mahisa Antaka, Bowong, Segara Winotan tewas bersimbah darah. Istana Kediri benar-benar hancur lebur. Jayakatwang berhasil ditangkap. Dengan kondisi yang sangat memprihatinkan, lemah tak berdaya ia di arak-arak oleh pasukan Mongol. Mereka menghabisi nyawanya dengan memancungnya.
Atas kemenangan itu, pasukan Mongol merayakan kemenangannya dengan berpesta pora Mereka meluapkan kebahagiannya dengan meminum arak yang disediakan oleh Majapahit. Arak yang melimpah ruah itu adalah jebakan. Tanpa mereka ketahui semua itu adalah siasat untuk melemahkan kesiagaan pasukan Mongolia.
Raden Wijaya lalu memisahkan diri daripasukan Mongol untuk mengambil upeti yang sudah disiapkan bagi tentara Mongol yakni dua putri cantik Kertanegara. Kepergian Raden Wijaya ke Majapahit tetap dalam pengawasan dua perwira Mongol dan dua ratus pasukannya. Sebagai bangsa yang menguasai dua pertiga dunia, mereka tidak gegabah membiarkan Raden Wijaya melenggang tanpa pengawasan. Namun nahas, dua perwira dan dua ratus dilumat habis oleh pasukan Majapahit dengan berbagai serangan dan jebakan yang sudah disiapkan. Mereka semua tewas.
Dalam kondisi lemah itulah Majapahit mengirimkan bala tentaranya menyerang tentara Mongolia. Gempuran dadakan itu benar-benar melumat tentara Mongolia yang separu sadar itu. Banyak tentara mongol yang tewas. Sisanya melarikan diri ke Pantai, mereka berlayar kembali ke tanah asalnya dengan hasil kekalahan.
Cita-cita Raden Wijaya dan para pengikutya akhirnya terwujud. Kesabaran pada akhirnya membuahkan hasil. Kediri dapat direbut kembali oleh trah Rajasa. Tahun 1293 berdirilah Kerajaan Majapahit. Raden Wijaya dinobatkan mejadi raja pertama dengan gelar Prabu Kertarajasa Jayawardana Anantawikramottunggadewa.
Raden Wijaya mengumpulkan seluruh pengkut setianya. Ia memberikan jabatan-jabatan penting kepada siapa saja yang berjasa besar. Arya Wiraraja yang turut merealisasikan berdirinya Kerajaan majapahit diangkat menjadi Mantri Mahawiradikara dengan kekuasaan wilayah Lumajang hingga Blambangan. Ranggalawe diangkat menjadi Adipati Tuban, Lembu Sora diangkat menjadi perwakilan raja di Daha. Adapun Nambi diangkat menjadi perdana menteri. Jabatan Nambi lebih tinggi dibandingkan yang lainnya. Pengangkatan Nambi menjadi perdana menteri menimbulkan protes dari Ranggalawe.
Menurutnya jabatan itu lebih pantas diberikan kepada pamannya yakni Lembu Sora atau dirinya. Dia menilai jasa dan pengorbanan pamannya jauh lebih besar dari Nambi. Lembu Sora sebenarnya bisa menerima keputusan itu. Namun Ranggalawe menilai raja tidak adil dan bijaksana. Raja telah mengingkari kesepakatan yang telah dibuat saat masa pelarian dulu. Dengan nada tempramen Ranggalawe memprotes keputusan raja. Sikap Ranggalawe itu dianggap tidak sepatutnya dilakukannya terhadap raja. Ranggalawe pergi meninggalkan ruangan dan kembali ke Tuban.
Protes Ranggalawe itu lalu dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang membencinya. Pihak ketiga ini bukan mempersatukan justru malah memanas- manasi keadaan. Terjadilah adu domba antara Rangglawe dengan rajanya. Raden Wijaya menuduh Ranggalawe akan berbuat makar. Begitu juga Ranggalawe menganggap rajanya takut tersaingi pamornya dengan dirinya. Perseteruan itu akhirnya semakin memuncak tak bisa didamaikan. Ranggalawe mengobarkan perlawanan terhadap Majapahit. Majapahit menyerbu Tuban dengan pasukan lengkap. Pertempuran berdarahpun terjadi secara tidak seimbang. Para prajurit yang dahulu berjuang bersama mendirikan Majapahit kini saling berhadap-hadapan dengan tatapan saling membinasakan satu dengan yang lainnya. Di bawah komando Kebo Anabrang, pasukan Majapahit berhasil menumpas pasukan Ranggalawe. Ranggalawe sang pahlawan Majapahit itu tewas sebagai pemberontak.
Janji tinggallah janji. Manusia cendrung tidak rela membagi kekuasaan kepada orang lain. Dengan segenap tenaga, ia akan mempertahankannya meskipun harus mengingkari janji dan mengorbankan sahabatnya sendiri.
Dalam situasi konflik akan selalu ada pihak- pihak yang memancing di air yang keruh. Mereka pun akan sama menginginkan kekuasaan yang mengiurkan. Kejernihan dan kehati-hatian dalam menerima informasi adalah kunci keselamatan.