RA Tanca Sang Penjaga Moral Kerajaan Majapahit
Sumber : https://suaramuria.com/wp-content/uploads/2020/09/pemberontakan-ra-semi.jpg
Salah satu kerajaan di nusantara yang paling banyak dikisahkan diantaranya adalah kerajaan Majapahit. Sejak kemunculannya hingga kehancuranya, kerajaan ini sangat kental dengan intrik-intrik politik. Diawali dengan siasat politik Nabok nyileh tangan (menghancurkan kerajaan Kediri Jayakatwang dengan memperdaya pasukan Mongol), hingga berakhir dengan perang saudara (Perang Paregreg).
Dalam perjalananya, kualitas kepemimpinan dan kebijakan memiliki pengaruh terhadap dinamika internal kerajaan. Pasca maninggalnya Raden Wijaya (1309 M), kepemimpinan dilanjutkan oleh Jayanegara (1309-1328). Raja kedua majapahit ini merupakan putra Raden Wijaya yang memiliki darah Melayu.
Pasca keberhasiannya mengusir pasukan Mongol dari Jawa, pasukan dari Sumatra dibawa pulang oleh Kebo Anabrang ke tanah Jawa dengan membawa 2 orang putri Raja Damasraya yakni Dara Petak dan Dara Jingga. Kebo Anabrang adalah panglima yang ditugaskan memimpin ekspedisi Pamalayu saat era Kertanegara (1275--1293). Putri yang pertama itulah yang kemudian dijodohkan kepada Raden Wijaya sebagai pewaris Kertanegara. Dari perjodohan itulah lahir seorang anak laki-laki yakni Jayanegara.
Dikisahkan dalam kitab Pararaton Jayanegara merupakan raja yang lemah dan amoral. Raja kedua ini kerap menggoda istri-istri elit bangsawan Majapahit. Bahkan saking bejatnya, Jayanegara berkeinginan mengawini saudara tirinya yakni Tribuana Wijayanggadewi, dan Rajadewi agar tahta kerajaan tidak jatuh ke tangan orang lain.
Salah satu elit Majapahit yang tidak suka dengan perilaku Jayanegara adalah Ra Tanca. Ra Tanca merupakan seorang tabib kerajaan yang memiliki posisi istimewa. Ra Tanca merupakan salah satu dari tujuh anggota Dharmaputra yang diberi keistimewaan. Namun saat era Jayanegara, justru banyak terjadi gejolak diinternal kerajaan. Ketidaksukaan Dharmaputra terhadap perilaku Jayanegara yang amoral memicu munculnya gerakan pemberotakan. Ra Kuti dengan pasukannya berhasil mengusir Jayanegara hingga mengungsi ke Desa Bedander Bojonegoro.
Saat terjadi pemberontakan Ra Kuti, Gajah Mada merupakan tokoh yang berjasa memadamkan pemberontakan tersebut dan berhasil mengembalikan tahta Majapahit kepada Jayanegara. Semua anggota Dharmaputra diringkus kecuali Ra Tanca. Ra Tanca merupakan satu-satunya anggota Dharmaputra yang diberikan kesempatan untuk mengabdi kembali di Majapahit. Ra Tanca sejatinya adalah seorang tabib kerajaan bukan prajurit sehingga Jayanegara memperikan kesempatan untuk tetap mengabdi di Majapahit. Meski telah diberikan kesempatan untuk mengabdi ternyata Ra Tanca menyimpan dendam dan ketidaksukaan kepada prilaku raja.
Masih menurut Kitab Pararaton, Ra Tanca tidak menyukai perlaku Jayanegara karena kerap menggoda istri-istri elit Majapahit, termasuk istrinya. Perilaku buruk Jayanegara ini sudah disampaikan kepada Gajah Mada yang pada waktu itu menjabat sebagai patih. Namun sayangnya Gajah Mada tidak menggubris laporan Ra Tanca. Melihat tidak adanya respon dari patih Gajah Mada membuat Ra Tanca semakin nekat untuk menghabisi Jayanegara. Ra Tanca akhirnya menemukan momentum untuk menghabisi Jayanegara. Pada saat itu Jayanegara dalam keadaan sakit parah. Keluarga Jayanegara mempersilahkan Ra Tanca untuk mempersiapkan pengobatan. Ra Tanca akhinrya mengambil keputusan untuk membedah bisul yang di derita raja.
Saat Ra Tanca ingin melakukan operasi, ternyata tubuh Jayanegara tidak bisa disayat oleh pisau karena memiliki ilmu kebal. Melihat hal itu Ra Tanca lalu meminta sang raja untuk melepaskan zimat yang sedang dikenakan. Dengan serta merta Jayanegara melepaskan zimat tersebut dan percaya kepada Ra Tanca. Inilah momentum bagi Ra Tanca untuk menghabisi nyawa sang raja. Ra Tanca kemudian menusukan pisau ke tubuh raja yang sedang terkapar tersebut. Peristiwa tersebut kemudian diketahui oleh Gajah Mada. Melihat raja telah bersimbah darah, Gajah Mada kemudian menusuk Ra Tanca dengan keris.
Sebagian ahli sejarah menafsirkan bahwa sikap acuh tak acuh Gajah Mada sebenarnya merupakan suatu siasat. Sejatinya Gajah Mada pun tidak menyukai perilaku Jayanegara. Ia sedang menunggu momentum agar raja zalim tersebut mati tanpa menggunakan tangannya secara langsung. Konon Gajah Mada pun telah berkonspirasi dengan Gayatri untuk membunuhnya. Hal ini karena Kebencian Gayatri kepada perilaku amoral Jayanegara yang ingin menikahi kedua anaknya anaknya juga merupakan saudara tiri Jayanegara. Selain itu juga sebagai upaya mengembalikan kemurnian tahta dinasti rajasa. Jayanegara merupakan anak dari Dara Petak istri yang diistimewakan Raden Wijaya dari Melayu.
Demikianlah kisah intrik politik era Majapahit. Sejak awal berdirinya, pertumbuhannya, hingga kehancurannya kerajaan ini dipenuhi intik politik. Dibalik kebesarannya yang terkenal sampai mancanegara, ternyata banyak konflik-konflik internal yang terjadi di dalamnya. Perebutan kekuasaan antar dinasti, persaingan antar elit, jatuh menjatuhkan, pengkhianatan, merupakan merupakan laku yang tak terpisahkan. Begitulah mungkin sifat manusia sepanjang sejarah. Begitu mahalnya ketulusan, kejujuran dan rela berkorban dari masa ke masa.
Dari sekian kisah yang terjadi pada masa kerajaan Majapahit, kita bisa mengambil pelajaran bahwa laku seorang pemimpin, kualitas kebijakan adalah salah satu faktor yang menentukan soliditas internal suatu negara. Jika pemimpinnya lemah dan tak bermartabat, maka negara tersebut akan dilanda konflik yang berkepanjangan.
(Tulisan disarikan dari berbagai sumber)